Sebanyak 1.213 Spesialis Telah Dikirim Kemenkes ke 474 RSUD di Daerah Terpencil dan Bermasalah Kesehatan

Jakarta – Sejak Maret 2017 hingga April 2018, program wajib kerja dokter spesialis (WKDS) telah berhasil menempatkan sebanyak 1.213 dokter spesialis di 474 rumah sakit (RS) pemerintah di 392 kabupaten/kota (34 provinsi). Mereka melaksanakan pelayanan spesialistik selama satu tahun di daerah bermasalah kesehatan (DBK) maupun daerah dengan kategori terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK).

Berdasarkan sistem Pelaporan Data Ruma Sakit yang Berbasis Online atau SIRS, jumlah RS pemerintah dan pemerintah daerah per 31 Desember 2016 tercatat sebanyak 988 RS, adapun jumlah kekurangan dokter spesialis di sana sebanyak 495 orang spesialis anak, 380 spesialis obygin, 422 spesialis penyakit dalam, 582 spesialis bedah, dan 310spesialis anestesi.

Dari usulan yang disampaikan terhadap kekurangan tersebut, telah ditempatkan sebanyak 242 orang spesialis anak, 278 orang spesialis obygin, 230 spesialis penyakit dalam, 169 spesialis bedah dan 177 spesialis anestesi.

“Pasti ditemukan berbagai kendala dan tantangan dalam satu tahun pelaksanaan, berbagai masukan dibutuhkan serta kerja sama terus menerus harus dilakukan agar pelaksanaannya semakin baik dan lebih paripurna. Program WKDS tidak dapat berjalan hanya oleh Kementerian Kesehatan saja,” kata Menkes Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) yang didampingi Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, drg. Usman Sumantri, MSc, berdialog dengan 33 dokter spesialis yang telah menuntaskan program WKDS angkatan pertama di Jakarta, awal pekan ini.

Pada acara itu, dua perwakilan dokter spesialis yang telah menyelesaikan satu tahun masa penugasannya, dr. Nur Hajriya Brahmi, Sp.An, yang ditempatkan di RSUD Datu Sanggul Rantau, Kalimantan Selatan, serta dr. Prasetio Kirmawanto, M.Kes, Sp.PD, yang bertugas di RSUD Nunukan, Kalimantan Utara mengungkapkan kisahnya.

Kepada para spesialis, Nila menyatakan mereka adalah pionir yang berkontribusi mendukung pemerataan dokter spesialis. WKDS yang terkait pemenuham hak azasi masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan itu diatur dalam Peraturan Presiden No 4 Tahun 2017, dan dilaksanakan sesuai dengan amanat Undang-undang No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Pada pasal 28 disebutkan, dalam keadaan tertentu pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada tenaga kesehatan yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas di daerah khusus.

“Pada tahap awal, WKDS diprioritaskan bagi lulusan obstetri dan ginekologi, spesialis anak, spesialis bedah, spesialis penyakit dalam, dan spesialis anestesi dan terapi intensif,” ujar Nila.

Menkes menegaskan selain kewajiban Kemenkes terkait penyediaan spesialis, sinergi diperlukan dengan pemerintah daerah dan Kemendagri terkait sarana prasarana, obat-obatan dan insentif daerah serta Kementerian Perhubungan terkait akses transportasi. Selain itu, juga didukung Kementerian PUPR terkait sarana air bersih serta kampus terkait percepatan penerbitan ijazah. Ada pula dukungan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) terkait percepatan penerbitan surat tanda registrasi (STR) serta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait rekomendasi penerbitan surat izin praktik (SIP). “Dan tentunya, para dokter sebagai peserta program WKDS harus bertanggung jawab dengan ikhlas dan siap ditempatkan. Pagi tadi, saya juga tim Kemenkes telah melakukan rapat evaluasi satu tahun pelaksanan WKDS, untuk perbaikan program ke depan,” kata Nila. (IZn – persi.or.id)