PERSI: Inflasi Sektor Kesehatan 1,7% Namun INA CBG Sudah Tiga Tahun Tidak Naik

Jakarta – Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) merekomendasikan tarif INA CBG yang berlaku untuk setiap pelayanan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dinaikkan setiap tahun mengikuti inflasi, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) serta indeks kemahalan daerah.

“Tarif INA CBG sudah tiga tahun tidak pernah naik, padahal ketentuan menyebutkan harus dilakukan peninjauan setiap dua tahun,” ujar Ketua Tim PERSI untuk Penyempurnaan Sistem JKN dr. Santoso Soeroso, SpA(K), MARS dalam acara peluncuran Buku Putih PERSI Refleksi 5 Tahun Era JKN di RS Persahabatan Jakarta, 1 Oktober 2019.

Ketua Umum PERSI dr. Kuntjoro AP, MKes mengungkapkan hal senada. “Inflasi sektor kesehatan saja, setiap tahunnya rata-rata mencapai 1,7 %, sementara RS sendiri tidak mendapat kenaikan tarif. Seperti yang kita tahu, RS pun tak boleh tak terima pasien apa pun kondisinya, termasuk ketika keuangannya pas-pasan,” ujar Kuntjoro.

Penyempurnaan sistem tarif INA CBG itu, kata Santoso, juga diperlukan untuk mengelola grouping atau pengelompokkan INA CBG yang belum mengakomodir semua sumber daya yang digunakan oleh dokter dan RS dalam memberikan pelayanan.

Santoso memaparkan, kurang sempurnanya grouping itu terlihat dari kode diagnosa yang ekstrim tinggi atau mahal serta sebaliknya, ,ekstrim rendah atau murah. “Ini menjadi kendala bagi RS dan dokter untuk memilih dan memilah kasus penyakit yang harus dilayani,” ujar Santoso.

RS saat ini, kata Santoso, kemudian berlomba-lomba berinvestasi pada kasus-kasus yang ekstrim tinggi dan sebaliknya tidak tertarik berinvestasi pada kasus yang ekstrim rendah kendati kejadiannya tinggi karena dianggap merugikan. “Bahkan RS enggan memperbaiki jika alat medis itu dianggap tidak menguntungkan dari sisi INA CBG.”(IZn-persi.or.id)