Jakarta – Mengupas isu fraud yang dilakukan Rumah Sakit (RS) pada implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tak bisa dilepaskan dari para pemangkukepentingan didalamnya, termasuk kalangan industri yang terlibat. Potensi kecurangan yang dilakukan RS, tidak bisa dilepaskan dari kepentingan pihak-pihak terkait yang juga akan diuntungkan dari aksi tersebut.
Demikian terungkap dalam Webinar Pencegahan Fraud JKN yang digelar Pengurus Pusat Perhimpunan RS Seluruh Indonesia (PERSI) di kantor Sekretariat PERSI di Jakarta Selatan, hari ini.
Ketua Umum PERSI dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes menyatakan PERSI tetap dalam komitmen penuh mendukung gerakan antifraud, dengan tetap memperhatikan aspek RS sebagai salah satu motor utama pelaksanaan JKN.
Pada 2018 ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementrian Kesehatan akan memasukkan aksi fraud terkait JKN ke dalam ranah penindakan hukum, setelah sebelumnya melakukan sosialisasi. Salah satu isu patut diwaspadai dari keputusan itu, direktur dan jajaran RS yang terbukti melakukan fraud akan mendapat penindakan hukum.
Webinar yang diikuti RS-RS dari berbagai daerah melalui Webinar, seperti RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar serta RS Advent Bandung itu mengupas, salah satu pemicu naiknya penanganan potensi fraud ke dalam aspek hukum adalah besaran dana yang dibebankan pada negara karena dana JKN yang dikelola BPJS Kesehatan tak lagi mencukupi. Pada 2018 negara harus menanggung defisit pembiayaan BPJS Kesehatan sebesar Rp 16,5 triliun, termasuk carry over atau defisit tahun sebelumnya yang harus dibayarkan ke RS.
Terkait keterikatan potensi fraud dengan pihak-pihak terkait, didiskusikan pula anomali yang ditemukan di tiga RS di luar Jawa yang secara signifikan atau 100% menggunakan jenis obat kanker tertentu yang seharusnya diberikan ketika formula di tingkat bawahnya terbukti tidak lagi efektif mengobati pasien. Aksi tersebut kemudian dihubungkan dengan fakta bahwa paten formula obat tersebut tahun ini memasuki kadaluwarsa sehingga diduga perusahaan farmasi berupaya menggenjot penjualan obat sebelum patennya habis untuk mencegah kerugian. Pasalnya, setelah paten habis, formula obat tersebut bisa diproduksi farmasi mana pun dan harganya bisa ditekan lebih murah. (IZn – persi.or.id)