Direktur Utama BPJS Kesehatan Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D, AAK menyatakan kini banyak rumah sakit (RS) berlomba-lomba menjadi mitranya. Kondisi ini dipengaruhi
kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang kian membaik.
Kini, tak ada lagi klaim yang terlambat dibayar, pembayaran klaim dilakukan dalam waktu kurang dari dua minggu. “BPJS tidak punya hutang ke rumah sakit. Kalau ada klaim yang belum dibayar, beritahu kami, akan dibereskan secepat mungkin,” tegas Prof, Ali Ghufron dalam acara Pemberian Penghargaan Universal Health Coversge (UHC), Selasa 14 Maret 2023. Sejumlah pemerintah daerah yang telah mencapai target mendapatkan penghargaan.
“Bersama Kementerian Kesehatan, kami sepakat kita menaikkan tarif RS. Program JKN ini telah memberikan manfaat yang dirasakan masyarakat secara luas yang membutuhkan layanan kesehatan. Bahkan, waktu sehat pun bisa memanfaatkan BPJS. Jadi, untuk penyakit ringan atau penyakit parah yang membutuhkan biaya besar atau katastropik,” kata Prof. Ghufron.
Prof. Ghufron menegaskan, fokus utama BPJS Kesehatan adalah peningkatan mutu pelayanan dan tidak ada diskriminasi bagi peserta BPJS. “Kami menganggarkan Rp9 triliun untuk program skrining pada 2023. Peserta yang sehat pun bisa menjalani pemeriksaan dini sebagai langkah preventif.”
Sebelumnya, Pengurus Pusat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) bertemu dengan Direktur Utama BPJS Kesehatan beserta jajarannya melalui Zoom pada Kamis, 9 Maret 2023.
Ketua Umum PERSI dr. Bambang Wibowo, Sp.OG (K), MARS, FISQua menyebut pertemuan silaturahmi yang diharapkan dilakukan rutin itu akan menjadi forum diskusi yang mempertemukan kepentingan rumah sakit (RS) dan BPJS Kesehatan.
“Ada banyak hal yang perlu diselesaikan bersama antara PERSI dengan BPJS Kesehatan. Kami juga ingin mengucapkan terimakasih atas perbaikan tarif JKN. Tapi, kami akan lebih berterimakasih lagi jika perbaikan tarif itu lebih baik lagi,” kata dr. Bambang.
dr. Bambang juga menuturkan, ketentuan tarif JKN itu juga telah menimbulkan berbagai perubahan di lapangan, di antaranya terkait farmasi, tarif di luar paket, nilai kredensial serta jenis layanan baru. Dr. Bambang juga menyampaikan pentingnya pemahaman yang sama antara kalangan perumahsakitan dan BPJS Kesehatan atas Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan no 47 tahun 2021 yang mulai berlaku pada 2 Februari 2021. PP ini mengatur mengenai klasifikasi RS, kewajiban RS, akreditasi RS, pembinaan dan pengawasan RS dan tata cara pengenaan sanksi administratif.
“Terkait PP 47 ini RS memang masih mengalami kesulitan, diperlukan pemahaman yang baik di kalangan RS, untuk mengantisipasi perbedaan persepsi.” (IZn – persi.or.id)