Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menyelenggarakan talkshow bertema Tarif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kelas Standar dan Mutu. Kegiatan yang dilakukan daring itu menjadi rangkaian Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PERSI 2022 yang diselenggarakan Jumat, 11 Februari 2022 dan diselenggarakan melalui platform PERSI di Kitras.id.
Ketua Umum PERSI dr. Bambang Wibowo, Sp.OG(K), MARS, FISQua menyatakan isu kelas standar dan mutu dan kini menjadi perhatian utama kalangan perumahsakitan, selain juga tarif baru JKN yang tidak naik selama enam tahun terakhir.

“Tentu ini menjadi pertanyaan apakah ini berpengaruh pada pelayanan, selain itu isu mengenai akreditasi juga menarik, juga indikator mutu yang sampai saat ini belum ada, termasuk kelas standar yang sudah disusun draftnya sejak tiga tahun lalu namun belum disahkan,” kata Bambang di depan para peserta yang mencapai lebih dari seribu orang dari kalangan perumahsakitan dari berbagai daerah.
Bambang menyatakan, Rakernas PERSI yang dihelat oleh kepengurusan baru yang dipimpinnya akan menghasilkan program kerja yang diharapkan akan mendukung kalangan perumahsakitan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD menyatakan penerapan kelas standar diberlakukan untuk menjamin keberlanjutan program BPJS Kesehatan serta akses terhadap layanan kesehatan yang sama.

“Saat ini keuangan BPJS Kesehatan sedang membaik dan kami terus berupaya meningkatkan mutu. Saat ini RS yang bekerjasama dengan kami mencapai 2.810 dan akan terus bertambah. Bagi RS yang kami nilai baik, maka kami bisa memberikan uang muka hingga 60% dan jika ada RS yang masih belum kami bayar, silahkan lapor,” kata Ali Ghufron.
Ali Ghufron menekankan kamar rawat inap standar (KRIS) pada 2022 saat ini belum akan diberlakukan. “Bukan lagi PBI dan non PBI tapi mengarah pada satu standar yang titik beratnya bukan lagi keberlanjutan tapi lebih kepada kesetaraan pelayanan.”
Ali Ghufron menyatakan Indonesia bisa berkaca pada kondisi di Inggris, yang menempatkan pasien di kamar dengan 4 tempat tidur, kecuali pada kasus infeksius. “Karena di Indonesia belum ada standar, kelas dua itu seperti apa, kelas satu bagaimana. Yang penting adalah bagaimana akses pasien terhadap kunjungan dokter dan obat.”
Kalangan perumahsakitan, kata Ali Ghufron, disarankan tidak perlu panik dan terlalu cepat bertindak, misalnya dengan mengubah bangunan. “Karena rapat terakhir dengan DPR akhir Januari, DPR mendesak RS dan asosiasi RS untuk memperjelas standardisasi kamar rawat inap dan menyusun pentahapan implementasi.”
Ali Ghufron juga menyatakan pihaknya juga setuju pada usulan kenaikan tarif yang dilakukan sesuai kondisi masing-masing layanan. “Untuk yang harganya sudah tinggi, ya tidak dinaikkan, nanti bisa ditunjukkan tarif mana saja yang sudah baik,” kata Ali Ghufron. (IZn – persi.or.id)