Peran PERSI Terkait Klaim dan Tarif

Jakarta – Dari diskusi di WAG© PERSI, muncul ide pentingnya mengoptimalkan peran PERSI daerah sebagai jembatan komunikasi dan koordinasi dengan BPJS, agar komunitas RS mempunyai bargaining position yang lebih kuat. Saat ini sudah ada MOU RS dengan BPJS terkait dengan supply chain financing bank (SCF) yang dimiliki oleh RS. Ini untuk mengatasi pembayaran klaim RS dari BPJS yang membutuhkan waktu sangat lama. Beberapa alternatif solusi yang juga sudah diterapkan oleh RS antara lain: melakukan efisiensi, kurangi kebocoran pengeluaran, dan melakukan SCF. Jika BPJS Kesehatan harus menekan budget 15 persen saja, maka otomatis yang terdampak adalah biaya operasional BPJS K, provider dan peserta.

Disisi lain saat ini ada tim yang sedang bekerja untuk merevisi tarif INA-CBGs. Tentu saja harapan anggota PERSI adalah tarif baru akan memfasilitas kepentingan RS Swasta & Regional Daerah Papua dengan variabel harga yang jauh di atas daerah lain. Ada usulan bahwa PERSI juga membentuk tim tarif yang sama dengan anggota para wakil asosiasi dan digunakan sebagai masukan ke team tersebut melalui ketua umum yang secara formal mewakili sebagai team stakeholder. Seluruh PERSI daerah juga menjadi anggota (tunjuk wakil yang kompeten) dan masing-masing daerah juga membentuk tim kajian tarif INA CBG”s. Koordinasi ini dapat dilakukan secara online, yaitu melalui webinar. Selain itu, dapat juga disusun time schedule dan hasil akhirnya dapat disampaikan pada pihak terkait secara resmi. Namun ada potensi kendala yang akan dihadapi, yaitu raw data untuk perhitungan grouping dan tarif yang sangat kurang. Kecuali P2JK bersedia meminjamkan raw datanya kepada Tim PERSI.

Faktanya, selama ini Tarif Regional 5 khususnya belum memadai dibanding dengan biaya operasional RS di Papua. Sebaiknya ada raw data costing RS di Papua dan Maluku, agar bisa diusulkan revisi perbedaan tarif untuk Regional 5 tersebut.

Tarif regional sebaiknya diubah karena perbedaaan regional satu dengan lainnya kurang bermakna. Juga regionalisasi seharusnya bukan di tingkat provinsi tetapi kabupaten/kota, karena dalam 1 provinsi atau kabupaten/kota perbedaan daerah 1 dan lainnya juga sangat variatif. Sesuai regulasi, bahwa penetapan tarif di daerah oleh asosiasi dan dinkes (bersama BPJS), maka pilihan regional ini bisa menjadi salah satu bentuk implementasi dari regulasi tersebut.

PERSI Pusat dan Tim Tarif (P2JK Kemkes) akan mengumpulkan kembali data costing sebagai dasar pembentukan tarif INA CBGs (revisi). Kegiatan ini di laksanakan di 8 kota, mulai minggu ke 2 Maret sampai minggu ke 4 April 2018.

Terkait dengan raw data, PERSI daerah dan RS anggota PERSI diminta untuk aktif berpartisipasi dan dengan memberikan data costing RS masing-masing. Semakin banyak data yang terkumpul dari semua tipe RS semakin baik bagi dasar perhitungan tarif INA CBGs (revisi).

Usul lain yang muncul yaitu dilakukannya penyesuaian tarif sub regional khusus di tiga propinsi Maluku, NTT dan Papua. Karakteristik alam yang pada akhirnya membuat variabel transportasi juga menjadi penentu harga, jika terlalu sulit diakomodasi maka Kemenkes harus menginformasikan ke pemerintah kabupaten, subsidi apa yang bisa diberikan kepada faskes untuk menutupi tarif JKN agar tidak diklasifikasikan sebagai “double claim” dana negara.

Faktanya rata-rata kunjungan rawat jalan per bulan RSUD di DKI hanya 70 persen dari kunjungan rawat jalan RSUD di Papua, tapi klaim RSUD di DKI 50 persen lebih tinggi dari RSUD di Papua. Padahal dari tarif INA CBGs Regional Papua lebih mahal dari Regional DKI. Maka, perlu dilakukan review klaim secara berkala.

Selain itu, bisa dilakukan pelatihan coding di Indonesia Timur. Coder harus langsung membaca Rekam Medis mampu membaca terminologi medis dan menetapkan kode dan mampu mempersiapkan dokumen klaim terkait dengan pemeriksaan penunjang dan entry aplikasi INA CBG’s. (dirangkum oleh Tim PDPERSI)