Guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sekaligus mengurangi beban rumah sakit (RS) rujukan, kini sistem kesehatan lebih diarahkan pada upaya pencegahan daripada pengobatan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjamin pembiayaan gratis untuk skrining 14 jenis penyakit di Puskesmas, pembiayaan ini masuk dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Upaya pencegahan atau promotif preventif ini merupakan strategi yang lebih penting dan mudah. Upaya pencegahan ini dilakukan dengan kesadaran dan konsistensi masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat. Upaya pencegahan jauh lebih efektif menjaga kesehatan daripada mengobati saat jatuh sakit. Kemungkinan tubuh tetap sehat lebih tinggi,” kata Juru Bicara Kemenkes dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, di Jakarta, seperti dikutip situs Kemenkes.
Deteksi gratis 14 jenis penyakit itu terdiri atas diabetes melitus, hipertensi, stroke, jantung, kanker serviks, kanker payudara, TBC, anemia, kanker paru, kanker usus, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), thalassemia, hipotiroid kongenital, dan skrining hepatitis.
Skrining kesehatan di Puskesmas dapat menghemat beban biaya kesehatan. Data BPJS Kesehatan yang pada 2022 menunjukkan, penyakit tidak menular menyedot biaya Rp24,1 triliun, meningkat dibandingkan 2021 yang mencapai Rp17,9 triliun.
“Kami himbau masyarakat rutin melakukan skrining di Puskesmas sebagai upaya pencegahan.”
dr. Syahril menjelaskan, studi ASEAN Cost in Oncology (ACTION) menemukan hampir 50% pasien kanker mengalami kebangkrutan atau masalah finansial setelah menjalani pengobatan selama 12 bulan. Selain itu, data Bank Dunia menunjukkan total pembiayaan kesehatan mandiri (Out of Pocket Health Expenditure) Indonesia mencapai 34.76% -jauh di atas rekomendasi WHO sebesar 20%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan dukungan asuransi pun, beban biaya kesehatan yang tidak terencana tetap menjadi tantangan.
“Saat ini baru 33% penduduk Indonesia yang melakukan skrining penyakit tidak menular. Sebanyak 70% pasien kanker di Indonesia baru memulai pengobatan ketika sudah memasuki stadium lanjut. Hal ini dapat menurunkan risiko keberhasilan pengobatan dan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat,” kata dr. Syahril. (IZn – persi.or.id)