KLHK Akhirnya Terbitkan Kepmen Pengolahan Limbah Medis di Pabrik Semen

Jakarta – PT Indocement Tunggal Prakasa, PT Holcim Indonesia, PT Semen Padang serta PT Cemindo Gemilang akan segera melaksanakan pemusnahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan, paska dikeluarkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Senin (9/4) dan disosialisasikan pada media di kantor KLHK, Jakarta, hari ini, Jumat (13/4).

Indocement dan Holcim berlokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sedangkan Semen Padang di Padang, Sumatera Barat dan Cemindo di Kabupaten Lebak, Banten.

Pemusnahan limbah akan dilakukan dalam fasilitas kiln semen yang panasnya, menurut Edward Nixon dari tim Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 (PKPLB3) KLHK, bisa mencapai 1.300 derajat celcius melampaui kemampuan insenerator rumah sakit (RS) yang panasnya 1.000 derajat celcius. Nixon  mengungkapkan hal itu dalam rapat Darurat Limbah Medis di sekretariat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di Jakarta, Kamis (5/4).

Peraturan yang berlaku selama enam bulan kedepan itu tertuang dalam Keputusan Menteri nomor 176/Menlhk/Setjen/PLB.2/4/201. Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengatakan saat ini terjadi tumpukan limbah medisakibat pengolahannya yang terkendala. Sebagian RS tidak dapat mengoperasikan inseneratornya karena tak memenuhi ketentuan teknis dan yang lainnya memang tak memiliki faislitas pengolahan.

Sementara, pihak ketiga yang bertugas mengangkut dan pengolah yang ditunjuk RS juga dihentikan operasinya pada 2017, pasca temuan tumpukan limbah medis di Cirebon, Jawa Barat yang dibuat begitu saja di tempat pembuangan sampah hingga terserak ke jalanan. Limbah medis itu berupa jarum suntik, infus, perban dan bekas darah.

“Dengan produksi rata-rata 285 ton limbah medis per hari, Indonesia hanya memiliki enam jasa limbah medis. Jumlah itu jauh dari memadai,” ujar Rosa.

Rosa menyebutkan, dari sekitar 2.300 RS yang ada di Indonesia, baru 86 saja yang memiliki izin pengelolaan limbah. Sejumlah RS lainnya, memiliki insenerator, namun sebagian besar tak memenuhi persyaratan teknis.

“Sehingga sejak akhir tahun lalu, dua perusahaan jasa pengolah limbah medis kelebihan kapasitas dan tak lagi menerima pengolahan limbah medis. Padahal, limbah medis harus segera diolah tak lebih dari 24 jam. Jika tidak, limbah medis berpotensi mencemari udara, menularkan berbagai virus seperti hepatitis, dan HIV akibat benda tajam medis. Kalau tidak segera ditangani dengan baik akan sangat membahayakan,” kata Rosa. (IZn – persi.or.id)