Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan melakukan penilaian maturitas digital bagi rumah sakit (RS) untuk mengukur kesiapan dan kapasitas dalam menerapkan digitalisasi sekaligus untuk memetakan implementasi rekam medis elektronik (RME). Data terkait penilaian maturitas digital RS ini nantinya akan digunakan untuk memastikan berbagai program digitalisasi yang diterapkan pemerintah berjalan sesuai target dan berkesinambungan.
Sosialisasi penilaian maturitas digital itu diselenggrakan Kemenkes bersama Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) melalui platform Kitras.id pada Selasa, 20 September 2022.
Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Tiomaida Seviana Hasmidawati Hasugian menjelaskan sosialisasi daring ini diikuti RS yang terdaftar di Kemenkes. Targetnya, maturitas digital RS bisa ditingkatkan hingga mencapai indeks level 3 dan 7. “Pemetaan ini akan menjadi dasar penentuan kebijakan Kemenkes untuk membantu RS mendukung transformasi bidang kesehatan di Indonesia. Salah satu pilar penguatannya adalah transformasi digital.”

Lebih lanjut, Tiomaida menjelaskan, penilaian maturitas digital dilakukan dengan melakukan pengisian sejumlah instrumen secara mandiri oleh pihak RS yang telah disertai petunjuk dan protokol cara pengisian.
“Sebelumnya kami telah mempelajari penilaian maturitas digital yang berlaku di lingkup global, menyusun instrumen termasuk dibantu PERSI dan universitas,” kata Tiomaida.
Head of Tribe of Secondary Care, Digital Transformation Office Kemenkes (DTO) Agus Mutamakin dalam paparannya menjelaskan tantangan digitalisasi di RS di antaranya, berdasarkan hasil survey pada 2022 yang mencakup 2595 RS, baru 88% atau sebanyak 2.291 RS telah memiliki Sistem Informasi Manajemen RS (SIMRS) dan sebanyak 22%, yaitu 304 RS belum memiliki SIMRS. Selanjutnya, survey pada 2258 RS, juga pada 2022, sebanyak 993 RS belum menerapkan RME, 912 RS menerapkan RME dan baru 353 RS menerapkan RME.

Begitu pula, ditemukan pula aplikasi yang tidak terhubung atau interoperabel. “Terdapat lebih dari 50 aplikasi atau sistem informasi yang digunakan dan ternyata sebagianbesar tidak interoperabel dengan SIMRS,” kata Agus.
Pada aspek sumber daya manusia (SDM), lanjut Agus, masih terbatas baik dari aspek jumlah dan kompetensi. Begitu pula biaya digitalisasi, anggaran untuk digitalisasi rata-rata masih kurang dari 3% dari total anggaran RS.
Lebih lanjut Agus menjelaskan, pengukuran Model Maturitas Digital RS terdiri atas komponen penilaian Sistem Informasi dan Infrastruktur IT, Standar dan Interoperabilitas, Tata kelola dan Manajemen SIMRS, Data Analitik, SDM dan Pemanfaatan IT, Keamanan Informasi, Privasi dan Kerahasiaan serta Rekam Medis Elektronik.
Masing-masing, terdiri atas beberapa sub komponen penilaian. Sistem Informasi dan Infrastruktur terdiri atas Front Office, Back Office,
Sumber Daya Manusia, Support Teknis Sistem Informasi, Perencanaan Infrastruktur SI serta Bridging Sistem Informasi. Sementara, Standar dan Interoperabilitas didetailkan atas Interoperabilitas internal,
dan eksternal.
Sementara, komponen Tata Kelola dan Manajemen SIMRS terdiri atas Tata Kelola serta Manajemen Sistem Informasi. Selanjutnya, Data Analitik terdiri dari Sistem Pendukung Keputusan Klinis Dasar dan Sistem Pendukung Keputusan Klinis Lanjut. Komponen SDM dan Pemanfaatan IT terdiri atas Literasi Digital, Persepsi Kemudahan dan Kebermanfaatan serta Insentif Penggunaan SIMRS
Berikutnya, komponen penilaian Keamanan Informasi, Privasi dan Kerahasiaan Data terdiri atas sub penilaian Keamanan Informasi, Penerapan Prosedur Keamanan Sistem Informasi. Sedangkan Rekam Medis Elektronik terdiri atas Fungsi EMR serta Patient Center Care.
Penilaian yang dilakukan mandiri atau self assessment itu bisa dilakukan di situs dmi.kemkes.go.id, menggunakan akun dan passoword yang sudah diberikan Kemenkes pada seluruh RS yang terdaftar di RS. (IZn – persi.or.id)