Kemenkes Amanatkan RS Utama Mampu Lakukan Bedah Terbuka Saraf

Kementerian Kesehatan terus meningkatkan kualitas layanan penanganan penyakit saraf, dengan memberikan bantuan alat kesehatan ke rumah sakit (RS), penyediaan dokter spesialis serta dukungan peningkatan kemampuan RS.

Demikian diungkapkan Wakil Menteri Kesehatan Dante Harbuwono dalam pertemuan ilmiah tahunan Perhimpunan Spesialis Bedah Syaraf ke-28 bertema “Strengthening Regional and Global Neurosurgery Network” di Ballroom 1 Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang Selatan, Banten.

“Kementerian Kesehatan berkomitmen meningkatkan kualitas sistem dan layanan kesehatan di Indonesia, termasuk layanan bedah saraf di Indonesia. Saat ini, kami sedang melaksanakan transformasi sistem kesehatan, mulai dari layanan primer, sekunder, ketahanan, pembiayaan, talenta , dan teknologi. Sehubungan dengan bedah saraf, transformasi perawatan sekunder dan talenta kesehatan adalah fokus kami,” kata Prof. Dante.

Prof. Dante juga menegaskan, Kemenkes saat ini fokus mengatasi berbagai penyakit bencana serta berbagai penyakit yang membebani pengeluaran seperti kanker, kardiovaskular, stroke, dan ginjal.

“Target kami, memastikan seluruh kabupaten dan kota memiliki jaringan rumah sakit rujukan untuk empat penyakit prioritas paling lambat pada 2027. Pada 2022, layanan stroke di Indonesia belum tersedia secara merata di seluruh wilayah. Karena itu, kami membangun sistem jaringan rujukan dengan setiap level memiliki tingkat kompetensinya masing-masing untuk memastikan layanan yang optimal dan efisien di seluruh negeri.”

Terkait penanganan penyakit saraf, lanjut Prof. Dante، akan dibagi masing-masing tugas RS, misalnya RS berkategori utama harus bisa melakukan bedah saraf terbuka, serta RS Paripurna harus bisa melakukan intervensi bedah saraf tingkat lanjut.

Sementara, alat kesehatan yang akan didistribusikan di antaranya adalah mikroskop bedah saraf, CT scan, dan MRI.

“Kini sebanyak 32 dari 38 provinsi berada pada jalur yang tepat untuk menyediakan layanan bedah saraf terbuka. Sebanyak 16 di antaranya sudah mampu memberikan pelayanan, dan 16 lainnya sedang dalam proses pengawasan.

Selain itu, Kementerian Kesehatan juga telah memberikan beasiswa pada 72 dokter saraf yang telah menerima beasiswa sejak 2008.

Selain itu, Kemenkes juga bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk memperbanyak beasiswa spesialis, subspesialis, dan fellowship. Saat ini, Kemenkes memiliki lebih dari dua ribu tempat untuk beasiswa.

“Kita masih memerlukan dokter-dokter bedah saraf karena penyakit katastropik yang banyak di Indonesia, salah satunya adalah stroke. Penanganan stroke yang komprehensif dan advance membutuhkan ahli bedah saraf. Hal yang paling penting adalah memberikan posisi yang lebih baik bagi dokter-dokter Indonesia di kancah Internasional,” kata Prof. Dante. (IZn – persi.or.id)