Kalangan rumah sakit (RS) swasta mengalami tantangan dalam implementasi sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang akan diterapkan BPJS Kesehatan, terutama untuk melakukan perbaikan ruang rawat inap. Terdapat 12 kriteria standardisasi baru yang harus dipenuhi pihak RS dalam implementasi KRIS yaitu:
- Komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi
- Ventilasi udara memenuhi pertukaran udara pada ruang perawatan biasa minimal 6 (enam) kali pergantian udara per jam
- Pencahayaan ruangan buatan mengikuti kriteria standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur
- Kelengkapan tempat tidur berupa adanya 2 (dua) kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur
- Adanya nakas per tempat tidur
- Dapat mempertahankan suhu ruangan mulai 20 sampai 26 derajat celcius
- Ruangan telah terbagi atas jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit (infeksi dan non infeksi)
- Kepadatan ruang rawat inap maksimal 4 (empat) tempat tidur, dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter
- Tirai/partisi dengan rel dibenamkan menempel di plafon atau menggantung
- Kamar mandi dalam ruang rawat inap
- Kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas
- Outlet Oksigen
“Memang masih ada keraguan yang terjadi di antara fasilitas kesehatan dalam menerapkan KRIS. Kami berharap Kementerian Kesehatan bisa mengatur bagaimana KRIS ini agar nantinya bisa berjalan dengan baik, jadi hanya tinggal memoles yang sudah baik, jangan sampai ada regulasi yang akhirnya membuat sistem JKN terjadi perlambatan,” kata Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), drg. Iing Ichsan Hanafi, MARS, MH. dalam jumpa pers yang diselenggarakan BPJS Kesehatan terkait peluncuran buku Roso Telo Dadi Duren, Biyen Gelo Saiki Keren, Catatan 10 Tahun Perjalanan BPJS Kesehatan karya Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., AAK, Launching Aplikasi BUGAR dan update fitur dalam i-Care JKN.
drg. Ichsan juga menegaskan, sistem KRIS diharapkan jangan sampai memberatkan masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan. “Selama hampir 10 tahun ini layanan sistem BPJS Kesehatan sudah cukup membantu masyarakat dan RS juga merasakan dampak baik. Tinggal bagaimana kita meningkatkan mutu layanan,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) dr. Noor Arida Sofiana, MBA., MH menjelaskan hingga saat ini pengelola RS swasta masih menghadapi berbagai hambatan dana untuk melakukan renovasi.
“Perlu tersedia anggaran untuk melakukan renovasi atau perubahan ruangan, karena ditentukan ukuran ruangan, jumlah tempat tidur, jarak tempat tidur dan lainnya. Sehingga perlu ada regulasi tertentu bila KRIS diterapkan, juga terkait penurunan jumlah tempat tidur yang dimiliki RS swasta saat ini,” tutur
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menyebut setiap RS yang akan menerapkan (KRIS) membutuhkan dana sedikitnya Rp2 miliar untuk perbaikan ruangan rawat inap dalam rangka memenuhi 12 komponen KRIS.
“Kita sudah memperkirakan RS pemerintah pusat dan RS provinsi tingkat II, pasti punya anggaran. Dan kami sudah pernah mencoba, misalnya ada 15 rumah sakit yang diuji coba di Ambon setelah itu dihitung-hitung, sekitar Rp2 miliar untuk merapikan semuanya dan itu ada anggarannya.”
Jika RS pemerintah pusat dan provinsi bisa menggunakan anggaran dari pemerintah, lanjut Melki, RS swasta harus melakukan pengadaan mandiri atau investasi.
“Untuk RS swasta yang kurang, nanti kita bicarakan bersama Kemenkes dan BPJS Kesehatan.” (IZn – persi.or.id)