Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar (RSAA) Malang, Jawa Timur, akan melakukan empat operasi tranplantasi atau cangkok ginjal pada Januari 2020. RSSA Malang, sejak 2015 telah memiliki divisi khusus tranplantasi ginjal yang kompeten dan lengkap dan telah melakukan 20 prosedur cangkok pada pasien gagal ginjal.
Sebanyak 19 pasien hingga kini masih hidup sehat dan beraktivitas normal, bebas dari kewajiban melakukan cuci darah. Sementara satu orang harus kembali melakukan cuci darah atau hemodialisis karena tubuhnya menolak organ ginjal pedonor yang telah ditranplantasikan.
“Sebanyak empat pasien ginjal ini telah memenuhi syarat untuk menjalani prosedur tranplantasi setelah melalui serangkaian skrining (pemeriksaan) dan uji laboratorium,” ujar Kepala Divisi Nefrologi dan Hipertensi RSSA Malang dr Atma Gunawan, Sp.PD-KGH, belum lama ini.
Atma menjelaskan, skrining dilakukan baik kepada pedonor maupun pasien gagal ginjal yang menjadi resipien. Setelah dinilai memenuhi syarat, mereka dijadwalkan menjalani operasi pada Januari ini.
“Risiko kegagalan dalam tindakan operasi tranplantasi ginjal memang ada, sebagaimana tindakan operasi medis lain. Namun rasionya, tidaklah besar. Kasus satu pasien tranplantasi yang gagal karena sistem imun dalam tubuh penderita yang menolak organ baru. Kalau proses tranplantasinya tetap berhasil,” ujar Atma.
Belum lama ini Atma mengisi materi seminar awal Tranplantasi Ginjal di RSUD dr Iskak, Tulungagung yang juga berencana melakukan prosedur transplantasi.”Tindakan medis transplantasi atau cangkok ginjal saat ini bukan lagi dianggap “barang mewah” lagi.”
Atma memaparkan, jika dulu orang yang menderita gagal ginjal dan menghendaki tranplantasi harus pergi ke rumah sakit di luar negeri dengan biaya besar, hingga Rp1,5 miliar, kini tidak lagi. Di Jawa Timur, ada RSSA Malang dan RSUP dr Soetomo, Surabaya yang sudah memiliki fasilitas jasa layanan tranplantasi ginjal dengan biaya jauh lebih murah dibanding harus ke luar negeri.
“Itupun, sebagian besar biaya transplantasi yang berkisar Rp250 juta hingga Rp300 jutaan, kini ditanggung BPJS Kesehatan. Dengan biaya BPJS Kesehatan sekarang ya bisa menjadi tercover semua itu. Sehingga praktis hanya maksimal Rp40 juta yang dibiayai sendiri. Sebab sudah dibiayai BPJS Kesehatan,” ujar Atma.
Atma mengatakan, kemampuan RSSA Malang melakukan transplantasi ginjal perlu terus disosialisasikan. Pasalnya, di Malang Raya, setahun terakhir tercatat jumlah penderita gagal ginjal mencapai sekitar 2.500 orang. Sementara perangkat hemodialisis di RSSA Malang maupun RS-RS lain jumlahnya belum mumpuni untuk mengimbangi percepatan tambahan kasus setiap tahunnya.
“Bukan saja karena RS rujukan tingkat provinsi ini telah memiliki kapasitas layanan tranplantasi ginjal laiknya RS di luar negeri, tetapi juga dipengaruhi oleh terjadiya ledakan angka kasus gagal ginjal selama kurun beberapa tahun terakhir.”
Gaya hidup kurang sehat itu, lanjut Atma, terdiri dari pola konsumsi, minimnya olahraga, kasus diabet dan hipertensi, menjadi penyumpang terbanyak kasus komplikasi kesehatan berujung gagal ginjal.(IZn-persi.or.id)