Inilah Sebabnya, Iklan TBC, Imunisasi, dan Stunting Kerap Tayang di TV

Jakarta – Kampanye tentang tuberkulosis (TBC), imunisasi, dan stunting yang kini kerap muncul di televisi dan media lainnya, berpangkal pada fokus Kementrian Kesehatan pada 2018.

Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) 2018 yang dilakukan beberapa waktu lalu menetapkan tiga target capaian kesehatan, yakni eliminasi TBC, peningkatan cakupan dan mutu imunisasi, dan penurunan stunting atau kekerdilan pada anak.

Studi yang mendasarinya, temuan Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan. Pasien TBC yang ditemukan, 1.020.000 kasus, dan sebanyak 730,000 kasus sudah diobati di fasilitas layanan kesehatan, namun hanya 360.565 kasus yang sudah dilaporkan. Kabar buruknya, diperkirakan ada 11.000 kasus TBC kebal obat dan baru 4.848 kasus yang terlaporkan.

Dengan begitu, ada 369,435 kasus yang belum terlaporkan dan 290.000 kasus yang belum terjangkau dan terdeteksi. Penemuan kasus seharusnya 71,6% tetapi baru 35,4% yang terlaporkan.

Sementara, pada isu imunisasi, evaluasi program selama 2015-2017, hasil cakupan secara nasional terus mengalami peningkatan. Sementara berdasarkan target yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra), cakupan imunisasi dasar lengkap pada 2016 dan 2017 telah mencapai target minimal yaitu 91,55 untuk 2016 dan 92% pada 2017.

Namun, tantangannya disparitas cakupan imunisasi, masih cukup signifikan antar daerah. Pun, Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri di beberapa wilayah Indonesia pada akhir 2017 dan adanya KLB Campak dan Gizi Buruk di Asmat Papua.

“Ini menunjukkan bahwa banyak hal yang harus direview dan evaluasi untuk kita perbaiki,” ujar Menteri Kesehatan Nila F Moeloek dalam siaran persnya, baru-baru ini.

Sedangkan, pada isu kekerdilan, dikarenakan banyak faktor penyebab di antaranya ibu yang kurang nutrisi di masa remaja, masa kehamilan, masa menyusui, dan infeksi pada ibu. Faktor lainnya, kualitas pangan, yakni rendahnya asupan vitamin dan mineral, buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani, dan faktor lainnya seperti ekonomi, pendidikan, infrastruktur, budaya, dan lingkungan. (IZn – pdpersi.co.id)