Jakarta – Industri halal dan syariah terus bergeliat, termasuk industri medis dan perumahsakitan, paska pemberlakuan UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Indonesia pun optimistis, industri halal dan syariah dalam negeri bukan cuma mampu melayani kebutuhan masyarakat lokal, namun juga global.
Untuk mewujudkannya, Indonesia harus bergerak cepat karena kini industri yang didasarkan perintah Al Qur’an itu bukan cuma diimplementasikan oleh negara-negara muslim, namun oleh bangsa yang tidak memiliki jumlah penduduk Islam yang signifikan.
Fenomena itu mengemuka pada penyelenggaraan International Islamic Healthcare Conference and Expo 2018 di Jakarta Convention Centre (JCC) pada Selasa hingga Kamis, 10-11 April 2018.
Lin Sin Ying, CEO Sincung Halal for Taiwan Lin Sin Ying dalam sesi Pengalaman Industri Halal dalam Sektor Industri Kesehatan IHEX memaparkan pihaknya memandang industri halal, termasuk di sektor kesehatan sangat penting, terutama terkait dengan industri wisata.
“Negara kami disebut Formosa atau pulau yang indah, sehingga kami mengundang Anda untuk datang ke Taiwan. Kami tidak main-main dalam industri ini, karena kunjungan turis, termasuk yang berobat ke RS-RS merupakan prioritas kami. Indonesia adalah negara besar sehingga potensinya luar biasa dan kami telah menyiapkan mushola di sana, juga makanan-makanan yang halal,” ujar Ying.
Hari ini, pada sesi Free Paper, IHEX 2018 juga menghadirkan delegasi dari Malaysia serta Amerika Serikat, kali ini dari segi riset. Sharon Md Shariff dari An-Nur Specialist Hospital Malaysia mengupas paper berjudul A Syariah Compliant Hospital Framework ini Malaysia: Issues and Challenges in Implementation sedangkan Kamal Abu Shamsieh, alumnus Theological Union Amerika Serikat memaparkan The End of Life Experience. (IZn – persi.or.id)