Jakarta – Selain merugikan bahkan membahayan pasien, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) BPJS Kesehatan Nomor 2, 3, dan 5 tahun 2018 tentang pelayanan katarak, persalinan bayi, dan rehabilitasi medik juga berpotensi melanggar sumpah dan kode etik dengan tidak melakukan praktik kedokteran sesuai standar.
“Pasalnya, kewenangan dokter melakukan tindakan medis diintervensi dan direduksi BPJS Kesehatan,” kata Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI Prof Ilham Oetama Marsis dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Marsis memaparkan, tiga peraturan
direktur tersebut berpotensi melanggar UU SJSN Nomor 40 Tahun 2004 pasal
24 ayat (3). Pun, dinilai tidak mengacu pada Perpres Nomor 19 Tahun
2016 tentang JKN pasal 43a ayat (1) di mana BPJS Kesehatan mengembangkan
teknis operasionalisasi sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu
pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas.
Terkait isu defisit BPJS Kesehatan,
lanjut Marsis, masalah itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menurunkan
kualitas pelayanan. Karena, dalam segala situasi, dokter harus
mengedepankan pelayanan sesuai standar profesi.
“BPJS Kesehatan seharusnya tidak mengorbankan mutu pelayanan dan membahayakan keselamatan pasien sehingga IDI meminta BPJS Kesehatan membatalkan Perdirjampelkes itu untuk direvisi sesuai dengan kewenangan BPJS Kesehatan yang hanya terkait teknis pembayaran dan tidak masuk dalam ranah medis,” kata Marsis. (IZn – persi.or.id)