Bojonegoro – Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur telah membangun fasilitas insinerator atau alat pengolahan sampah dan limbah medis B3 senilai Rp420 juta, namun pengoperasian masih menunggu izin dari Kementerian Linkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Kami masih memproses perizinan pemanfaatan insinerator dengan melakukan pemantauan lingkungan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk, yang menjadi salah satu persyaratan izin dari KLHK. Untuk itu kami meminta bantuan PT Pertamima EP Cepuuntuk ikut memantau lingkungan TPA di Banjarsari,” ujar Kepala Dinas LH Bojonegoro Nurul Azizah, belum lama ini.
Nurul memaparkan, selama ini limbah medis/B3 dari sejumlah rumah sakit (RS) di daerahnya, juga puskesmas, dikirim ke Mojokerto. Nmaun, kalau insinerator dimanfaatkan bisa memberikan pemasukan Rp1 miliar per tahun ke kas daerah dari hasil menangani limbah medis/B3.
PEPC melakukan pemantauan kualitas udara di sejumlah titik TPA di Banjarsari akan dilakukan 30 hari diantaranya di gedung penyimpananan incinerator serta pemukiman warga di selatan TPA. Parameter yang diukur adalah kandungan hidrokarbon, NO2, dan SO2. Insinerator itu bisa menampung sampah dengan kapasitas maksimal 200 kilogram dengan bahan bakar listrik dan solar.
“Kami berharap KLHK bisa mengeluarkan izin pemanfaatan insinerator, agar limbah medis tidak harus dikirim ke Mojokerto. Saat ini, incinerator sudah dimanfaatkan untuk pembakaran sampah di TPA, termasuk barang bukti yang harus dimusnahkan, sedangkan untuk limbah medis belum,” ucap Nurul. (IZn – persi.or.id)