Atasi Kasus Thalasemia yang Terus Naik, Pasangan Menikah Diminta Lakukan Skrining

Jakarta – Masyarakat diminta mewaspadai meningkatnya kasus penyakit thalasemia dengan meningkatkan pemahaman serta melakukan upaya pencegahan satu-satunya, terhadap penyakit yang diwariskan ini, yaitu skrining.

“Skrining masih sedikit dilakukan masyarakat Indonesia. Thalasemia merupakan penyakit genetik yang diwariskan oleh orang tua kepada keturunannya. Penyakit ini tidak menular melainkan hanya diturunkan. Sehingga solusi pencegahannya adalah pemeriksaan darah pasangan,” ujar Sekretaris Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Asjikin Iman Hidayat di di kantor Kementerian Kesehatan Jakarta, kemarin.

Asjikin menjelaskan, skrining akan menghasilkan data, jika seorang thalasemia mayor menikah dengan orang normal, probabilitas anaknya 100 persen pembawa sifat. Sedangkan seseeorang dengan thalasemia minor menikah dengan orang normal, probabilitas anaknya sehat 50% dan menjadi thalasemia minor 50%.

Thalasemia mayor adalah penderita thalasemia yang membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya. Sementara thalasemia minor hanyalah pembawa sifat yang kondisi tubuhnya sama sebagaimana orang normal.

Namun jika thalasemia minor menikah dengan thalasemia minor 25%  kemungkinan anaknya akan menjadi thalasemia mayor, 25% kemungkinan sehat dan 50% thalasemia minor. Oleh karena itu pencegahan paling efektif dalam memutus mata rantai keturunan thalasemia adalah skrining untuk mengetahui statusnya, dan mencegah menikah dengan sama-sama pembawa sifat.

Penyakit thalasemia, lanjut Asjikin, adalah penyakit kelainan sel darah merah yang mudah pecah sehingga penderitanya membutuhkan transfusi darah untuk menutupi kekurangan tersebut. Berdasarkan data Yayasan Thalasemia Indonesia, kasus thalasemia mayor di Indonesia terus meningkat sejak lima tahun terakhir. Pada 2012 terdapat 4.896 kasus thalasemia mayor dan pada 2017 terus meningkat menjadi 8.616 kasus. 

“Namun dengan transfusi darah itu sendiri, tubuh penderita akan kelebihan zat besi yang bisa menimbulkan penyakit komplikasi seperti gagal jantung, diabetes, gangguan ginjal, osteoporosis dan sebagainya. Sebaliknya, jika tidak transfusi darah akan menyebabkan anemia kronis dan berakibat fatal.” (IZn – persi.or.id)