Bali – Media massa harus berhati-hati dalam memberitakan kasus bunuh diri untuk mencegah individu dengan depresi terpacu melakukan hal serupa.
“Jangan sampai diceritakan atau divisualisasikan secara detil, dirinci tentang cara, metode atau proses bunuh dirinya, disiarkan berulang-ulang,” kata Wakil Direktur Pelayanan pada Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bali, dr I Dewa Gede Basudewa, belum lama ini.
Pemberitaan media massa di koran, media daring/online, dan elektronik, khususnya TV, akan membuat hambatan-hambatan orang melakukan bunuh diri semakin berkurang, perilaku itu akan dianggap biasa.
“Kemampuan manusia untuk mengerem semakin berkurang akibat pemberitaan media massa yang vulgar,” kata I Dewa Gede Basudewa.
Sebelumnya, Humas Polres Bangli AKP Sulhadi merilis data peningkatan angka kematian bunuh diri di Bangli. Hingga Maret 2018, angka kematian bunuh diri di kabupaten Bangli sudah mencapai 14 orang, atau 77% dari angka kematian bunuh diri 2017 sebanyak 18 orang.
Kasus kematian di Kabupaten Bangli sendiri memang terus meningkat. Pada 2016, jumlahnya mencapai 16 kasus, 2017 naik menjadi 18 kasus, dan 2018 hingga Maret sudah ada 14 kasus.
Kasus pada 2018 didominasi orang tua dengan penyakit kronis serta satu kasus siswi SMP.
Pada masa lalu, kata I Dewa Gede Basudewa, pelaku bunuh diri kebanyakan wanita dibandingkan dengan lelaki, tapi tingkat keberhasilan bunuh diri lebih banyak laki-laki.
“Kini perkembangannya, pelaku bunuh diri lebih banyak laki-laki daripada wanita, dan tingkat keberhasilannya lebih banyak laki-laki.
I Dewa Gede Basudewa mengingatkan, tekanan hidup dan masalah ekonomi keluarga, rawan memicu depresi. Khusus di Bali, misalkan banyak utang, harta habis karena sabung ayam, atau acara keagamaan yang cenderung menghabiskan uang. (IZn – pdpersi.co.id)