Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meluncurkan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSP-PU)/Hospital based hari ini, 6 Mei 2024. Sistem informasi seleksi dan rekrutmen telah dibuka melalui portal SATUSEHAT SDMK melalui situs https://satusehat.kemkes.go.id/sdmk. Acara peluncuran itu diselenggarakan secara hibrid dan dihadiri Presiden Joko Widodon dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
“Hospital based ini adalah program unggulan dari transformasi sumber daya kesehatan. Lulusannya harus berkualitas setara internasional. Harus sama juga dengan lulusan university based,” kata Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes drg. Arianti Anaya, MKM, seperti dikutip rilis Kemenkes.
drg. Arianti menjelaskan, Sistem Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit Pendidikan dan Berbasis Universitas akan berjalan beriringan untuk menciptakan Indonesia yang lebih sehat dan lebih adil. Pada program hospital based, Kemenkes melakukan upaya peningkatan produksi dokter spesialis, dengan lokasi pendidikan dilakukan di Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama (RSP-PU). Ini demi upaya pemenuhan dan pemerataan di daerah yang kekurangan dokter spesialis.
Peserta calon dokter spesialis yang mengikuti program ini diutamakan berasal dari Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), yakni luar Pulau Jawa. Sehingga setelah lulus, mereka dapat mengabdi di daerah terpencil yang masih kekurangan dokter spesialis.
“Sasaran utama pesertanya, pertama dari Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan, DTPK ya, daerah tertinggal atau terjauh. Kedua, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berada dari DTPK. Dengan tujuan, kalau PNS di daerah Jawa kan dia tidak bisa mengabdi kembali ke Pulau Jawa, karena kan Pulau Jawa tingkat rasio dokter spesialisnya sudah terlalu tinggi. Ketiga, prioritas juga untuk non-PNS, terutama dari DTPK,” ujar drg. Arianti.
Rekrutmen, lanjut drg. Arianti, bersifat terbuka, tetapi diutamakan untuk para peserta yang berasal dari DTPK. Penempatan daerah prioritas atau lokus peserta setelah menyelesaikan pendidikan akan ditetapkan oleh Kemenkes sesuai perencanaan kebutuhan. “Lokusnya kan rata-rata tidak ada di Pulau Jawa. Sementara ini memang ditujukan untuk lokus yang tidak ada di Jawa. Prinsipnya itu kan untuk (mengatasi) maldistribusi ke depannya,” tegas Dirjen Arianti Anaya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, jumlah kuota penerimaan peserta PPDS Hospital based Batch 1 sebanyak 38 orang. Terdapat 6 RS milik Kemenkes yang sudah ditunjuk sebagai RSP-PU Pilot atau percontohan untuk program studi dokter spesialis, yaitu:
- RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita: program studi jantung (6 kuota)
- RS Anak dan Bunda Harapan Kita: program studi anak (6 kuota)
- RS Ortopedi Soeharso: program studi orthopaedi dan traumatologi (10 kuota)
- RS Mata Cicendo: program studi mata (5 kuota)
- RS Pusat Otak Nasional: program studi saraf (5 kuota)
- RS Kanker Dharmais: program studi onkologi radiasi (6 kuota)
Kemenkes menargetkan lulusan program ini memiliki kualitas setara internasional. Mutu dan kualitas program hospital based juga dijanjikan sama dengan lulusan PPDS berbasis universitas (university based). Dalam hal ini, sasaran peserta hospital based tidak hanya mencakup mereka yang berstatus PNS di daerah yang masih membutuhkan dokter spesialis. Keistimewaan bagi peserta PPDS non-PNS, yakni mereka akan menjadi PNS di DTPK masing-masing setelah lulus.
“Untuk mutu, tentunya menjaga mutu yang sama dengan semua center pendidikan spesialis yang universitas (university based). Itu pasti sama karena standar yang digunakan sama. Standar yang menyusunnya kolegium, jadi sama,” lanjut Arianti.
Secara khusus, poin utama program hospital based bertujuan mempercepat pemenuhan jumlah dokter spesialis, mendistribusikan dokter spesialis ke seluruh pelosok Indonesia agar penempatan tidak hanya terkonsentrasi di pulau Jawa, dan mencetak dokter spesialis berkualitas internasional. Program PPDS berbasis RSP-PU akan berjalan bersama dengan PPDS yang saat ini sudah berjalan di universitas.
Pertimbangan kuota di atas berdasarkan jumlah sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang memungkinkan untuk mengajar para calon dokter spesialis. Idealnya, rasio SDM pengajar dalam program dokter spesialis adalah 1 banding 5 sampai 1 banding 10. Menilik rasio SDM kesehatan, Arianti menuturkan, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada Batch 1 Hospital based menerima 6 kuota. Sebenarnya, kuota tersebut masih dimungkinkan meningkat hingga 12 orang.
“Karena kan kita pakai rasio 1 banding 5. Kalau kita mau naikkan ke 1 banding 10 itu masih dimungkinkan. Makanya, bisa dinaikkan 2 kali lipat,” tuturnya.
Tahap selanjutnya, Kemenkes berencana menambah RSP-PU Hospital based. Rencana ini sudah mulai diproyeksi. Berdasarkan proyeksi hingga tahun 2025, Kemenkes akan mengembangkan program studi layanan prioritas. Pengembangan tersebut akan melibatkan rumah sakit swasta. Artinya, tempat pendidikan pada program hospital based tidak hanya dibatasi pada rumah sakit pemerintah.
Proyeksi pada masa mendatang, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dapat menerima untuk studi bedah toraks dan kardiovaskular, RS Anak dan Bunda Harapan Kita dapat menerima peserta studi spesialis obsgin, RS Kanker Dharmais tidak hanya terbatas pada onkologi radiasi, tapi ke depan dapat menerima studi bedah onkologi dan anestesi.
Kemudian, RS Pusat Otak Nasional untuk studi bedah saraf, RS Ortopedi Soeharso untuk spesialis rehab medik, RS Fatmawati untuk studi ilmu penyakit dalam dan anestesi, RSUD Margono Jawa Tengah untuk studi ilmu penyakit dalam, RSUD Moewardi Surakarta untuk studi urologi, RSPAD Gatot Subroto untuk studi ortopedi dan traumatologi.
Lalu, RS Marzuki Mahdi dapat menerima PPDS Hospital based studi psikiatri, RS Islam Muhammadiyah Cempaka Putih untuk studi ortopedi dan traumatologi, RSIA Bunda Menteng untuk studi obgyn dan anak, serta Jakarta Eye Centre dapat membantu RS Mata Cicendo untuk studi mata.
Penyelenggaraan PPDS Berbasis Rumah Sakit (Hospital based) merupakan best-practice yang diterapkan di banyak negara maju seperti Inggris, Amerika, dan Jerman. Di Indonesia, ada lebih dari 3.000 rumah sakit yang tersebar dan 420 rumah sakit berpotensi menjadi Rumah Sakit Pendidikan, termasuk rumah sakit swasta. Oleh karena itu, Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di RSP-PU akan semakin mempercepat peningkatan jumlah produksi dokter spesialis di Indonesia, terutama mengingat adanya kesenjangan dalam penyebaran pusat pendidikan dokter spesialis di Indonesia.
Merujuk data STR Pendidikan (PPDS) 2020-2024 aktif Konsil Kedokteran Indonesia Tahun 2024, dari total 15.523 PPDS aktif saat ini, 67 persen PPDS berasal dari Jawa dan Bali, sedangkan Indonesia bagian timur hanya menyumbang 1 persen, dan Kalimantan 2 persen.
Selain itu, dari 24 sentra pendidikan PPDS berbasis universitas, 50 persennya berada di Pulau Jawa. Hal ini menyebabkan terjadi kesenjangan akses pelayanan dokter spesialis di luar Pulau Jawa, dengan 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa. Per April 2024, 34 persen RSUD di Indonesia bahkan belum mencukupi 7 jenis dokter spesialis dasar, yaitu dokter spesialis anak, obgyn, bedah, penyakit dalam, anestesi, radiologi, dan patologi klinik. (IZn – persi.or.id)